Kredit UMKM Tertekan Bank Kian Selektif Salurkan Pembiayaan

Senin, 29 Desember 2025 | 09:52:53 WIB
Kredit UMKM Tertekan Bank Kian Selektif Salurkan Pembiayaan

JAKARTA - Tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya mereda membawa dampak nyata bagi keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah. Di tengah upaya bertahan menjaga arus kas, banyak pelaku UMKM justru dihadapkan pada akses pembiayaan yang semakin ketat. 

Kondisi ini membuat perbankan harus menyeimbangkan antara mendorong pertumbuhan kredit dan menjaga kualitas portofolio pinjaman.

Sepanjang 2025, kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit UMKM semakin terasa. Melemahnya kemampuan bayar debitur menjadi faktor utama yang mendorong bank memperketat seleksi. 

Situasi ini menciptakan tantangan ganda, baik bagi pelaku usaha yang membutuhkan modal, maupun bagi perbankan yang harus mengelola risiko.

Data dari Bank Indonesia menjadi gambaran jelas bagaimana tekanan tersebut terjadi secara nasional. Penurunan kredit UMKM mencerminkan kondisi ekonomi yang masih berproses menuju pemulihan penuh.

Perlambatan Kredit UMKM di Tengah Tekanan Ekonomi

Tahun 2025 menjadi masa yang berat bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya membuat kemampuan bayar debitur melemah, sehingga bank mengambil langkah lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit.

Bank Indonesia mencatat kredit UMKM pada November 2025 turun 0,64% secara tahunan atau year-on-year. Penurunan ini melanjutkan kontraksi 0,11% YoY yang sudah terjadi pada bulan sebelumnya.

Penurunan ini mencerminkan kehati-hatian sektor perbankan dalam merespons risiko yang meningkat. Bank cenderung menunda ekspansi kredit baru sembari mengevaluasi kualitas portofolio yang sudah ada.

Menurut BI, pengetatan persyaratan kredit dilakukan karena risiko gagal bayar semakin tinggi. Indikator utamanya terlihat dari rasio kredit bermasalah atau non performing loan UMKM yang masih berada di level tinggi.

Pada November 2025, NPL UMKM tercatat mencapai 4,50%. Angka tersebut menjadi sinyal bahwa tekanan terhadap sektor usaha kecil dan menengah belum sepenuhnya mereda.

Kenaikan NPL Jadi Sorotan Utama Perbankan

Data Statistik Sistem Keuangan Indonesia BI menunjukkan lonjakan NPL UMKM sudah terjadi sejak awal tahun. Pada Januari 2025, NPL berada di level 4,03%, lalu meningkat menjadi 4,45% pada September 2025.

Tekanan paling besar dialami oleh segmen usaha menengah. Pada September, NPL usaha menengah telah mencapai 5,43%, menjadi yang tertinggi dibandingkan segmen lainnya.

Sementara itu, usaha kecil mencatat kenaikan tipis dengan NPL berada di angka 4,29%. Di sisi lain, usaha mikro mengalami peningkatan cukup signifikan dari 3,29% menjadi 4,08% dalam tiga kuartal pertama 2025.

Kondisi ini membuat bank harus lebih selektif dalam menilai kelayakan debitur. Analisis risiko menjadi lebih ketat agar potensi kredit bermasalah tidak semakin membesar.

Langkah kehati-hatian ini sekaligus menunjukkan bahwa perbankan tengah berada pada fase menjaga kualitas, bukan sekadar mengejar pertumbuhan kredit.

Respons Bank Nasional Hadapi Tantangan Kredit

Corporate Secretary Bank Tabungan Negara Ramon Armando mengakui penyaluran kredit UMKM mengalami tantangan sejalan melambatnya ekonomi nasional.

“Terutama dari sisi permintaan debitur,” kata Ramon.

Menurutnya, kondisi ekonomi membuat sebagian pelaku UMKM menahan ekspansi dan menunda pengajuan kredit baru. Hal ini berdampak langsung pada penyaluran pembiayaan.

BTN, lanjut Ramon, terus memperkuat pengelolaan risiko agar kualitas kredit tetap terjaga. Hingga September 2025, NPL gross BTN tercatat sebesar 3,4%, naik dibandingkan 3,24% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Di sisi lain, penyaluran kredit usaha rakyat sebagai salah satu penopang pembiayaan UMKM juga menghadapi tantangan. Keluhan masih muncul terkait permintaan agunan tambahan oleh bank penyalur.

Padahal, plafon KUR hingga Rp100 juta seharusnya tidak memerlukan jaminan tambahan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengawasan KUR dan Langkah Bank Daerah

Menteri UMKM Maman Abdurrahman menegaskan bahwa pihaknya menerima banyak laporan terkait praktik permintaan agunan tambahan tersebut. Ia bahkan telah melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah bank.

Maman memperingatkan akan menghentikan subsidi KUR bagi bank yang terbukti melanggar aturan. Langkah ini diambil untuk memastikan kebijakan pembiayaan benar-benar berpihak kepada pelaku UMKM.

Bank penyalur pun mengklaim telah memperketat pengawasan internal. Corporate Secretary Bank Syariah Indonesia Wisnu Sunandar mengatakan setiap proses pembiayaan dijalankan secara transparan kepada nasabah.

Hingga November 2025, BSI telah menyalurkan KUR sebesar Rp11,17 triliun kepada lebih dari 83.000 pelaku UMKM. Angka tersebut baru mencapai 65,70% dari target Rp17 triliun tahun ini.

Penyerapan tertinggi tercatat di wilayah dengan basis UMKM kuat seperti Aceh, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Bank daerah juga menerapkan prinsip kehati-hatian yang sama. Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah BPD DIY Raden Agus Trimurjanto memastikan operasional KUR mengacu ketat pada aturan pemerintah.

Sampai November 2025, KUR BPD DIY tumbuh positif dengan realisasi Rp2,17 triliun atau naik 8,67% secara tahunan.

Agus mencatat KUR masih diminati karena suku bunga yang ringan. Namun, seleksi nasabah akan semakin ketat demi menjaga kualitas debitur dan mencapai target penyaluran tahun 2026.

Terkini